Akhlak Kepada Masyarakat
![]() |
economy.okezone.com |
Akhlak Kepada Masyarakat
Islam memberikan
perintah yang jelas agar berlaku baik dan murah hati kepada semua anggota
masyarakat. Ia memberikan tekanan kuat pada anggota-anggotanya yang memenuhi
tugas kewajiban yang harus mereka tunaikan kepada kelompok masyarakat serta
memperhatikan hak-hak anggota masyarakatnya. Mereka harus saling menolong dalam
perbuatan yang baik dan dalam kebajikan dan tidak saling menolong dalam
perbuatan dosa dan permusuhan. Mereka harus saling melayani sebagai teman
karib.
Mereka diwajibkan agar mengucapkan salam kedamaian dan kasih sayang
dan menjawab salam dengan yang lebih hangat atau paling kurang sama seperti
yang diberikan saudara sesama muslim lainnya. Mereka dianjurkan
agar menciptakan perdamaian di antara sesama saudara muslim. Dan seluruh kaum
muslimin itu adalah bersaudara (seiman) dan mereka harus saling menghormati
perasaan dan pikirannya[1].
Seperti
disebutkan dalam riwayat hadist Shahih Bukhari:
3- باب لاَ يَظْلِمُ الْمُسْلِمُ الْمُسْلِمَ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ.
2442- حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ ، عَنْ
عُقَيْلٍ ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ
عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم قَالَ : الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ
كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ
اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Rasulullah SAW bersabda sesama muslim
adalah bersaudara, tidak boleh saling berbuat dzolim dan tidak boleh menundukan
atau menaklukannya. Siapa yang mencukupi kebutuhan
saudaranya (sesama muslim), Allah akan mencukupi kebutuhannya .Siapa yang menghilangkan suatu kesulitan yang dialami
seorang muslim, Allah akan menghilangkan satu dari
sekian kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang mentupi aib seorang
muslim, Allah akan menutupi aibnya pada
hari kiamat.”
Nabi Muhammad dalam sabdanya:
7 - بَابٌ مِنَ الإِيمَانِ أَنْ يُحِبَّ
لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
13- حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ قَالَ : حَدَّثَنَا يَحْيَى ، عَنْ شُعْبَةَ ، عَنْ قَتَادَةَ ، عَنْ
أَنَسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم.
وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ : حَدَّثَنَا قَتَادَةُ ، عَنْ
أَنَسٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ
حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
“Tidaklah seseorang dari kamu
benar-benar beriman sehingga dia mencintai saudaranya sesama muslim lainnya
seperti ia mencintai dirinya sendiri”. Dan sabdanya lagi: “Masyarakat muslim adalah
bagaikan sebatang tubuh yang satu bagian yang dengan bagian saling barkaitan.
Jika salah satu anggota tubuhnya menderita sakit, maka seluruh tubuhnya akan
merasakannya sehingga tubuh tidak bisa tidur dan menggigil”. Kemudian sabdanya
lagi:
2314 - حدثنا محمد بن العلاء حدثنا أبو أسامة عن بريد عن أبي بردة عن أبي
موسى رضي الله عنه
: عن النبي صلى الله عليه و
سلم قال ( المؤمن
للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا ) . وشبك بين أصابعه
“Hubungan antara orang yang
beriman dengan orang beriman lainnya adalah bagaikan sebuah bangunan, salah
satu bagiannya memperkuat yang lainnya (Mishkat)”.
Ajaran yang semacam itu membantu pembinaan masyarakat semaksimal mungkin
sampai kepada standar (ukuran) kebaikan, kasih sayang dan keadilan yang setinggi-tingginya.
Juga dapat menjamin kedamaian, keamanan, ketentraman, dan kebahagiaan bagi
semua anggota-anggotanya, yang bekerja penuh dedikasi dan rasa cinta demi untuk
memperkaya kebudayaan dan peradabannya.
Akhlak
kepada masyarakat adalah sifat yang tertanam dalam diri jiwa manusia yang
dilakukan secara spontan tanpa pertimbangan terlebih dahulu yang terjadi dalam
lingkungan atau kehidupan. Kehidupan di masyarakat pasti akan menjumpai
beberapa kegiatan seperti halnya silaturahim. Orang yang berakhlak baik
biasanya senang bertamu atau bersilaturahim karena ini dapat menguatkan
hubungan yang erat terhadap saudara sesama muslim. Adapun beberapa hal kegiatan
yang terkandung dalam masyarakat yaitu:
1. Berkunjung atau
Bertamu dan Menerima Tamu
a. Berkunjung atau Bertamu
Sesuai dengan maksud dan sifat kunjungan yang
beraneka ragam, maka cara dan sopan santun kunjungan (bertamu) pun tentu
bermacam-macam pula. Sebelum masuk rumah;
- Minta izin sebelum masuk rumah orang lain.
Seperti dalam Firman Allah Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتًا
غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ
خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿۲٧﴾
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memasuki
rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”.
(QS. An-Nur 24:27) . Apabila seseorang telah mengucapkan salam
dan meminta izin sebanyak tiga kali, namun tidak juga dipersilahkan, hendaklah
ia kembali. boleh jadi tuan rumah sedang enggan menerima tamu, ataupun ia
sedang bepergian. Karena seorang tuan rumah mempunyai kebebasan antara
mengizinkan ataupun menolaknya.
Seperti dalam hadist Nabi Saw:
إذا إستأذن احدكم ثلاثا فلم يؤذن له فلينصرف
“Jika seseorang diantara kamu telah
meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka hendaklah dia kembali”. (HR. Bukhari-Muslim).
Sehingga al-Quran pun menjelaskan dalam Firman Allah (surat An-Nur-28) yaitu:
فإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَآ أَحَداً فَلاَ
تَدْخُلُوهَا حَتَّي يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا
هُوَ أَزْكَي لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ [ألنور:٢٨]
“Dan
jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk
sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah!” maka
(hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (QS. An-Nur : 28).
- Meminta izin masuk kepada pemilik rumah itu maksimal tiga kai dan juga memiliki sebab:
- Ketukan pertama sebagai syarat kepada pemilik rumah bahwa
telah kedatangan tamu
- Ketukan kedua memberikan waktu untuk membereskan barang-barang
yang mungkin berantakan dan menyiapkan sesuatu yang diperlukan
- Ketukan ketiga biasanya pemilik rumah sudah siap
membukakan pintu.
Rasulullah Saw bersabda:
5188 - حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ الْفَضْلِ الْحَرَّانِىُّ - فِى آخَرِينَ
- قَالُوا حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَتَى بَابَ قَوْمٍ
لَمْ يَسْتَقْبِلِ الْبَابَ مِنْ تِلْقَاءِ وَجْهِهِ وَلَكِنْ مِنْ رُكْنِهِ
الأَيْمَنِ أَوِ الأَيْسَرِ وَيَقُولُ « السَّلاَمُ عَلَيْكُمُ السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ ».
وَذَلِكَ أَنَّ الدُّورَ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا يَوْمَئِذٍ سُتُورٌ.
“Apabila Rasulullah Saw mendatangi
rumah orang, Beliau tidak berdiri di depan pintu, akan tetapi di samping kanan
atau samping kiri, kemudian Beliau mengucapkan salam “assalamu’alaikum,
assalamu’alaikum, karena saat itu rumah-rumah belum dilengkapi dengan tirai”.
(HR. Abu Dawud).
- Jangan mengintai-ngintai lewat pintu atau jendela sangat tidak sopan.
Seperti dalam hadist Nabi Saw:
6902 - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّ امْرَأً اطَّلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَخَذَفْتَهُ بِعَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ
جُنَاحٌ
“Sekiranya adanya seseorang yang
mengintip rumahmu tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu hingga
tercungkil matanya, maka tiada dosa atasmu”. (HR. Bukhari).
- Memilih waktu yang tepat, dan hendaknya tidak terlalu lama dalam bertamu, tidak lebih dari tiga hari jika bermalam.
Untuk memilih waktu yang tepat dan tidak mengganggu kenyamanan pemilik
rumah, ada hadist yang menunjukan untuk cermat dalam memilih waktu. Yaitu
hadist Jabir riwayat Tirmidzi:
19- بَابُ مَا جَاءَ فِي كَرَاهِيَةِ طُرُوقِ الرَّجُلِ أَهْلَهُ لَيْلاً
2712-
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ
عُيَيْنَةَ ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ ، عَنْ نُبَيْحٍ العَنَزِيِّ ، عَنْ
جَابِرٍ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَاهُمْ
أَنْ يَطْرُقُوا النِّسَاءَ لَيْلاً.
“Bahwasanya Nabi Saw melarang mereka
mengetuk istri-istri mereka di malam hari”. (HR. Tirmidzi).
Dan adapun waktu lama untuk bertamu ke
rumah orang lain, hal ini diperkuat oleh hadist berikut;
5- بَابُ حَقِّ الضَّيْفِ
3675-
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ
عُيَيْنَةَ ، عَنِ ابْنِ عَجْلاَنَ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ ، عَنْ
أَبِي شُرَيْحٍ الْخُزَاعِيِّ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ
قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ، فَلْيُكْرِمْ
ضَيْفَهُ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ ، وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ
عِنْدَ صَاحِبِهِ حَتَّى يُحْرِجَهُ ، الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ ، وَمَا أَنْفَقَ عَلَيْهِ بَعْدَ
ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ فَهُوَ صَدَقَةٌ.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan memberinya hadiah
(makanan istimewa) sehari semalam yang pertama. Dan tidak halal bagi seorang
tamu tinggal di rumah saudaranya lebih dari tiga hari sehingga membuatnya
tertanggu. Dhiyafah (menjamu tamu) itu adalah selama tiga hari. Sedang apa yang
dinafkahkan kepada seorang tamu sesudah tiga hari itu dihitung sebagai
sedekah”. (HR. Ibnu Majah)
- Duduklah di
tempat yang telah disediakan dengan sikap sopan setelah dipersilahkan oleh tuan
rumah atau yang mewakilinya. Jangan duduk sebelum dipersilahkan.
- Mata jangan
jelalatan, ingin serba tahu segalanya, seperti orang yang sedang menyelidiki
sesuatu.
- Jika disuguhi makanan atau minuman terimalah apaadanya dengan penuh syukur dan gembira. Jangan suka merepotkan tuan rumah. [2]
Salah satu akhlak
yang terpuji dalam Islam adalah menerima dan mumuliakan tamu tanpa membedakan
status sosial. Setiap tamu yang datang harus disambut dengan sopan, ramah tamah
manis muka dan penuh hormat, walaupun kita sedang berada dalam keadaan kurang
tenang, karena satu atau lain hal. Seperti di jelaskan dalam hadist Nbai Saw:
185 - حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ نُمَيْرٍ جَمِيعًا عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ - قَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ - عَنْ عَمْرٍو أَنَّهُ سَمِعَ نَافِعَ بْنَ جُبَيْرٍ يُخْبِرُ عَنْ
أَبِى شُرَيْحٍ الْخُزَاعِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ وَمَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَسْكُتْ ».
“Zubair bin Harb dan Muhammad bin
‘Abdillah bin Numair, keduanya (meriwayatkan) dari Ibnu ‘Uyainah. Dari ‘Amr
bahwa dia telah mendengar Nafi’ bin Jubair, dari Abu Syuraih al-Khuza’i bahwa
Nabi Saw bersabda: “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya. Barang siapa beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata baik atau diam.
(HR. Muslim)
Menerima tamu dengan cara yang baik adalah salah satu ciri orang
yang beriman. Kita harus yakin bahwa siapa pun yang datang ke rumah kita
sebagai tamu, pasti membawa barakah tersendiri, baik langsung maupun tak
langsung. Hendaklah senantiasa diingat bahwa “tamu adalah raja di rumah
kita” oleh sebab itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai
berikut:
Ada empat cara dalam menyambut tamu, yaitu:
1. Gupuh, yaitu dengan
menampakkan kegembiraan hati atas
kedatangan tamu tersebut. Umpamanya:
- Berdirilah dan jawablah salamnya.
- Jemputlah kedatangannya di depan pintu.
- Jabatlah tangannya dengan erat, hangatdan
sopan.
- Tegurlah dengan ungkapan-ungkapan yang manis
dan menarik hati.
- Pandai-Pandailah
mencari topik pembicaraan yang bisa menciptakan suasana menjadi hangat dan
menarik. Jangan kaku dan saling mendiamkan.
- Sambutlah dan perhatikanlah pembicaraannya
dengan sepenuh perhatian.
- Segeralah persilahkan tamu yang datang untuk
duduk di tempat yang telah disediakan. Jangan biasa mengajak tamu berbicara
sambil berdiri.
- Aturlah tempat duduk di ruang tamu sebaik dan seharmonis mungkin.
- Sebagai salah satu penghormatan kita
selayaknya kita memberi suguhan makanan atau minuman ringan.
- jika perlu ditanyakan terlebih dahulu kepada tamu
kita, suka teh atau kopi.
- Suguhan tidak perlu mewah dan beraneka ragam,
sehingga nampak ada kesan mubazir.
Tetangga
adalah keluarga-keluarga yang berdekatan dengan rumah kita yang perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam akhlak. Tetangga adalah sahabat kita yang
paling dekat setelah anggota keluarga kita sendiri. Dialah yang lebih
mengetahui suka duka kita dan dialah yang lebih cepat dapat memberikan
pertolongan pertama jika terjadi kesulitan pada diri kita, dibandingkan dengan
keluarga kita yang berjauhan tempat tinggalnya dengan kita. Dengan demikian,
betapa pentingnya memelihara cuaca yang baik dalam lingkungan tetangga(rukun
tetangga), karena jika tetangga semua baik, maka baiklah lingkungan itu.
Sebaliknya jika tetangga jahat, maka rusaklah lingkungan dibuatnya. Mengingat
begitu pentingnya hubungan dengan tetangga, maka Etika Islam telah mengajarkan
prinsip-prinsip akhlak yang perlu dibina sebaik-baiknya dalam lingkungan orang
yang bertetangga.[3]
Dalam Al-Qur’an
diperintahkan:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ
وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ
السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ
مُخْتَالا فَخُورًا (٣٦)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua
orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat
dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan apa yang kamu miliki.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan
diri”. (QS. An-Nisa : 36).
Sehingga diperkuat oleh hadist Rasulullah Saw:
28- باب الْوَصَاةِ بِالْجَارِ.
وَقَوْلِ اللهِ
تَعَالَى : {وَاعْبُدُوا اللَّهَ ، وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا} إِلَى قَوْلِهِ {مُخْتَالاً فَخُورًا}.
6014-
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ ، قَالَ : حَدَّثَنِي مَالِكٌ ، عَنْ
يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ : أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ
عَمْرَةَ ، عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم قَالَ : مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ
أَنَّهُ سَيُوَرِّثُه.
“Tidak henti-hentinya Jibril menyuruh
aku berbuat baik kepada tetangga, hingga aku sangka (mereka) bahwa tetangga itu
akan dijadikan ahli waris. (HR. Bukhari).
Bertolak belakang dari prinsip tersebut, maka Rasulullah Saw berikan
perincian hak tetangga sebagai berikut:
Hak tetangga yaitu: Kalau ia ingin meminjam, hendaklah engkau pinjami; kalau ia minta tolong hendaklah engkau tolong; kalau ia sakit hendaklah engkau rawat dia, kalau dia ada keperluan hendaklah engkau beri kepadanya; kalau dia jadi miskin hendaklah engkau beri bantuan kepadanya; kalau ia dapat kesenangan hendaklah engkau ucapkan selamat kepadanya; kalau ia dapat kesusahan hendaklah engkau hibur dia; kalau ia meninggal hendaklah engkau antarkan jenazahnya; jangan engkau bangun rumah lebih tinggi dari rumahnya tanpa seidzinnya, karena hal itu menghalangi ia dari angin. Jangan engkau susahkan dia dengan bau masakanmu kecuali engkau beri masakan itu. Jangan engkau beli buah-buahan hendaklah engkau hadiahkan juga kepadanya, dan kalau tidak engkau beri, bawalah masuk ke dalam rumahmu dengan bersembunyi, dan jangan engkau beri anakmu bawa ke luar buah-buahan itu, karena nanti anaknya ingin buah itu. (HR. Abu Syaikh).
Hadiah
yang diulurkan tetangga, terkadang nilai materialnya tidak seberapa, namun di
balik itu, terdapat nilai-nilai rohaniayah yang besar berupa kian rapatnya
jalinan ukhwah islamiyah, kian kuatnya rahmah dan mahabbah.
Nabi Saw bersabda:
30- باب لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا.
6017-
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يُوسُفَ ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ ، حَدَّثَنَا
سَعِيدٌ ، هُوَ الْمَقْبُرِيُّ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ
تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai para wanita Islam! Janganlah
seseorang tetangga mereka malu menghadiahi tetangganya, sekalipun hanya berupa
satu kaki kambing. (HR. Bukhari).
Untuk membina kerukunan antar tetangga diperlukan pergaulan yang baik.
Sehingga lingkungan ini pun mutlak memerlukan akhlak yang baik. Urgensinya
disini cukup jelas, karena betapa banyaknya lingkungan yang gaduh karena tidak
mengindahkan kode etik bertetangga. Islam mengajarkan agar antara tetangga
dibangun “Jembatan emas” berupa kasih sayang, mahabbah dan mawaddah. Nabi
dengan telitinya memperhatikan masalah ini, sampai-sampai beliau menghimbau
agar jangan merasa malu menghadiahi tetangganya sekalipun hanya berupa kaki
kambing ataupun kuah gulai.
Kepada Abu Dzarr, Nabi pernah perintahkan:
6856 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ
إِدْرِيسَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ ح وَحَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ
إِدْرِيسَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِى عِمْرَانَ الْجَوْنِىِّ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ إِنَّ خَلِيلِى -صلى الله عليه
وسلم- أَوْصَانِى « إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ
أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ ».
Jika engkau memasak gulai, maka
banyakkanlah kuahnya serta perhatikanlah tetanggamu, kemudian hadiahkanlah
sebagian daripadanya kepada tetanggamu dengan cara yang baik. (HR. Muslim).
Jika mempunyai beberapa tetangga, maka kepada siapakah hadiah terbatas
itu didahulukan? Dalam hubungan ini Aisyah pernah menanyakan hal ini kepada
Rasulullah Saw: “Hai Rasulullah, saya mempunyai beberapa tetangga, maka kepada
yang manakah patut saya dahulukan beri hadiah?” Rasulullah Saw menjawab:
“Kepada orang yang dekat pintunya kepada kamu”. Demikianlah menurut riwayat
Bukhari.
[1]Afzalur Rahman, Al-quran sumber ilmu
pengetahuan, Jakarta, P.T.Rineka
Cipta, 1992. Hlm 311
[3] Hamzah Ya’qub, Etika
islam “pembinaan akhlakqul karimah”. Diponegoro, CV. Diponegoro Bandung,
1978. Hlm 155
Post a Comment for "Akhlak Kepada Masyarakat"
please use good language, if there is an active link in the comment will be deleted.