Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Akhlak Kepada Masyarakat

economy.okezone.com

Akhlak Kepada Masyarakat


     Islam memberikan perintah yang jelas agar berlaku baik dan murah hati kepada semua anggota masyarakat. Ia memberikan tekanan kuat pada anggota-anggotanya yang memenuhi tugas kewajiban yang harus mereka tunaikan kepada kelompok masyarakat serta memperhatikan hak-hak anggota masyarakatnya. Mereka harus saling menolong dalam perbuatan yang baik dan dalam kebajikan dan tidak saling menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Mereka harus saling melayani sebagai teman karib.

     Mereka diwajibkan agar mengucapkan salam kedamaian dan kasih sayang dan menjawab salam dengan yang lebih hangat atau paling kurang sama seperti yang diberikan saudara sesama muslim lainnya. Mereka dianjurkan agar menciptakan perdamaian di antara sesama saudara muslim. Dan seluruh kaum muslimin itu adalah bersaudara (seiman) dan mereka harus saling menghormati perasaan dan pikirannya[1].

     Seperti disebutkan dalam riwayat hadist Shahih Bukhari:

3- باب لاَ يَظْلِمُ الْمُسْلِمُ الْمُسْلِمَ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ.
2442- حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ ، عَنْ عُقَيْلٍ ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

     Rasulullah SAW bersabda sesama muslim adalah bersaudara, tidak boleh saling berbuat dzolim dan tidak boleh menundukan atau menaklukannya. Siapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya (sesama muslim), Allah akan mencukupi kebutuhannya .Siapa yang menghilangkan suatu kesulitan yang dialami seorang muslim, Allah akan menghilangkan satu dari sekian kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang mentupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.”

     Nabi Muhammad dalam sabdanya:

7 - بَابٌ مِنَ الإِيمَانِ أَنْ يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
13- حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ : حَدَّثَنَا يَحْيَى ، عَنْ شُعْبَةَ ، عَنْ قَتَادَةَ ، عَنْ أَنَسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم.
وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ : حَدَّثَنَا قَتَادَةُ ، عَنْ أَنَسٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.

     “Tidaklah seseorang dari kamu benar-benar beriman sehingga dia mencintai saudaranya sesama muslim lainnya seperti ia mencintai dirinya sendiri”. Dan sabdanya lagi: “Masyarakat muslim adalah bagaikan sebatang tubuh yang satu bagian yang dengan bagian saling barkaitan. Jika salah satu anggota tubuhnya menderita sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakannya sehingga tubuh tidak bisa tidur dan menggigil”. Kemudian sabdanya lagi:

2314 - حدثنا محمد بن العلاء حدثنا أبو أسامة عن بريد عن أبي بردة عن أبي موسى رضي الله عنه
 : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا ) . وشبك بين أصابعه
   
    “Hubungan antara orang yang beriman dengan orang beriman lainnya adalah bagaikan sebuah bangunan, salah satu bagiannya memperkuat yang lainnya (Mishkat)”.

     Ajaran yang semacam itu membantu pembinaan masyarakat semaksimal mungkin sampai kepada standar (ukuran) kebaikan, kasih sayang dan keadilan yang setinggi-tingginya. Juga dapat menjamin kedamaian, keamanan, ketentraman, dan kebahagiaan bagi semua anggota-anggotanya, yang bekerja penuh dedikasi dan rasa cinta demi untuk memperkaya kebudayaan dan peradabannya.

     Akhlak kepada masyarakat adalah sifat yang tertanam dalam diri jiwa manusia yang dilakukan secara spontan tanpa pertimbangan terlebih dahulu yang terjadi dalam lingkungan atau kehidupan. Kehidupan di masyarakat pasti akan menjumpai beberapa kegiatan seperti halnya silaturahim. Orang yang berakhlak baik biasanya senang bertamu atau bersilaturahim karena ini dapat menguatkan hubungan yang erat terhadap saudara sesama muslim. Adapun beberapa hal kegiatan yang terkandung dalam masyarakat yaitu:

1. Berkunjung atau Bertamu dan Menerima Tamu
   a. Berkunjung atau Bertamu
Sesuai dengan maksud dan sifat kunjungan yang beraneka ragam, maka cara dan sopan santun kunjungan (bertamu) pun tentu bermacam-macam pula. Sebelum masuk rumah;

  • Minta izin sebelum masuk rumah orang lain.

        Seperti dalam Firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿۲٧﴾
        
     “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS. An-Nur 24:27) . Apabila seseorang telah mengucapkan salam dan meminta izin sebanyak tiga kali, namun tidak juga dipersilahkan, hendaklah ia kembali. boleh jadi tuan rumah sedang enggan menerima tamu, ataupun ia sedang bepergian. Karena seorang tuan rumah mempunyai kebebasan antara mengizinkan ataupun menolaknya.  

        Seperti dalam hadist Nabi Saw:

إذا إستأذن احدكم ثلاثا فلم يؤذن له فلينصرف
      
     “Jika seseorang diantara kamu telah meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka    hendaklah dia kembali”. (HR. Bukhari-Muslim). Sehingga al-Quran pun menjelaskan dalam Firman Allah (surat An-Nur-28) yaitu:

فإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَآ أَحَداً فَلاَ تَدْخُلُوهَا حَتَّي يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَي لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ [ألنور:٢٨]

     “Dan jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah!” maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Nur : 28).

  1. Meminta izin masuk kepada pemilik rumah itu maksimal tiga kai dan juga memiliki sebab:
  2. Ketukan pertama sebagai syarat kepada pemilik rumah bahwa telah kedatangan tamu
  3. Ketukan kedua memberikan waktu untuk membereskan barang-barang yang mungkin berantakan dan menyiapkan sesuatu yang diperlukan
  4. Ketukan ketiga biasanya pemilik rumah sudah siap membukakan pintu.

  •  Jangan berdiri di depan pintu. Menepilah sedikit ke sebelah kiri atau ke sebelah kanan.
Rasulullah Saw bersabda:

5188 - حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ الْفَضْلِ الْحَرَّانِىُّ - فِى آخَرِينَ - قَالُوا حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَتَى بَابَ قَوْمٍ لَمْ يَسْتَقْبِلِ الْبَابَ مِنْ تِلْقَاءِ وَجْهِهِ وَلَكِنْ مِنْ رُكْنِهِ الأَيْمَنِ أَوِ الأَيْسَرِ وَيَقُولُ « السَّلاَمُ عَلَيْكُمُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ ». وَذَلِكَ أَنَّ الدُّورَ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا يَوْمَئِذٍ سُتُورٌ.
        
     “Apabila Rasulullah Saw mendatangi rumah orang, Beliau tidak berdiri di depan pintu, akan tetapi di samping kanan atau samping kiri, kemudian Beliau mengucapkan salam “assalamu’alaikum, assalamu’alaikum, karena saat itu rumah-rumah belum dilengkapi dengan tirai”. (HR. Abu Dawud).  
  • Jangan mengintai-ngintai lewat pintu atau jendela sangat tidak sopan.

        Seperti dalam hadist Nabi Saw:

6902 - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّ امْرَأً اطَّلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَخَذَفْتَهُ بِعَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ جُنَاحٌ

     “Sekiranya adanya seseorang yang mengintip rumahmu tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu hingga tercungkil matanya, maka tiada dosa atasmu”. (HR. Bukhari).
  • Memilih waktu yang tepat, dan hendaknya tidak terlalu lama dalam bertamu, tidak lebih dari tiga hari jika bermalam.

     Untuk memilih waktu yang tepat dan tidak mengganggu kenyamanan pemilik rumah, ada hadist yang menunjukan untuk cermat dalam memilih waktu. Yaitu hadist Jabir riwayat Tirmidzi:

19- بَابُ مَا جَاءَ فِي كَرَاهِيَةِ طُرُوقِ الرَّجُلِ أَهْلَهُ لَيْلاً
2712- أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ ، عَنْ نُبَيْحٍ العَنَزِيِّ ، عَنْ جَابِرٍ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَاهُمْ أَنْ يَطْرُقُوا النِّسَاءَ لَيْلاً.
       
      “Bahwasanya Nabi Saw melarang mereka mengetuk istri-istri mereka di malam hari”. (HR. Tirmidzi).

     Dan adapun waktu lama untuk bertamu ke rumah orang lain, hal ini diperkuat oleh hadist berikut;

5- بَابُ حَقِّ الضَّيْفِ
3675- حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ ، عَنِ ابْنِ عَجْلاَنَ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ ، عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْخُزَاعِيِّ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ، فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ ، وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَ صَاحِبِهِ حَتَّى يُحْرِجَهُ ، الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ ، وَمَا أَنْفَقَ عَلَيْهِ بَعْدَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ فَهُوَ صَدَقَةٌ.

     “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan memberinya hadiah (makanan istimewa) sehari semalam yang pertama. Dan tidak halal bagi seorang tamu tinggal di rumah saudaranya lebih dari tiga hari sehingga membuatnya tertanggu. Dhiyafah (menjamu tamu) itu adalah selama tiga hari. Sedang apa yang dinafkahkan kepada seorang tamu sesudah tiga hari itu dihitung sebagai sedekah”. (HR. Ibnu Majah)
  • Duduklah di tempat yang telah disediakan dengan sikap sopan setelah dipersilahkan oleh tuan rumah atau yang mewakilinya. Jangan duduk sebelum dipersilahkan.
  • Mata jangan jelalatan, ingin serba tahu segalanya, seperti orang yang sedang menyelidiki sesuatu.
  • Jika disuguhi makanan atau minuman terimalah apaadanya dengan penuh syukur dan gembira. Jangan suka merepotkan tuan rumah. [2]
    b. Menerima Tamu
    Salah satu akhlak yang terpuji dalam Islam adalah menerima dan mumuliakan tamu tanpa membedakan status sosial. Setiap tamu yang datang harus disambut dengan sopan, ramah tamah manis muka dan penuh hormat, walaupun kita sedang berada dalam keadaan kurang tenang, karena satu atau lain hal. Seperti di jelaskan dalam hadist Nbai Saw:

185 - حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ جَمِيعًا عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ - قَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ - عَنْ عَمْرٍو أَنَّهُ سَمِعَ نَافِعَ بْنَ جُبَيْرٍ يُخْبِرُ عَنْ أَبِى شُرَيْحٍ الْخُزَاعِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَسْكُتْ ».

     “Zubair bin Harb dan Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair, keduanya (meriwayatkan) dari Ibnu ‘Uyainah. Dari ‘Amr bahwa dia telah mendengar Nafi’ bin Jubair, dari Abu Syuraih al-Khuza’i bahwa Nabi Saw bersabda: “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata baik atau diam. (HR. Muslim)

     Menerima tamu dengan cara yang baik adalah salah satu ciri orang yang beriman. Kita harus yakin bahwa siapa pun yang datang ke rumah kita sebagai tamu, pasti membawa barakah tersendiri, baik langsung maupun tak langsung. Hendaklah senantiasa diingat bahwa “tamu adalah raja di rumah kita” oleh sebab itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut:
  
        Ada empat cara dalam menyambut tamu, yaitu:

1. Gupuh, yaitu dengan menampakkan kegembiraan hati atas kedatangan tamu tersebut. Umpamanya:

  • Berdirilah dan jawablah salamnya.
  • Jemputlah kedatangannya di depan pintu.
  • Jabatlah tangannya dengan erat, hangatdan sopan.
2. Saguh, yaitu dengan menciptakan suasana keakraban dan persaudaraan yang ikhlas dan semarak. Umpamanya:
  • Tegurlah dengan ungkapan-ungkapan yang manis dan menarik hati.
  • Pandai-Pandailah mencari topik pembicaraan yang bisa menciptakan suasana menjadi hangat dan menarik. Jangan kaku dan saling mendiamkan.
  • Sambutlah dan perhatikanlah pembicaraannya dengan sepenuh perhatian.
3. Lungguh, yaitu didudukan pada tempat yang tersedia. Umpamanya:
  • Segeralah persilahkan tamu yang datang untuk duduk di tempat yang telah disediakan. Jangan biasa mengajak tamu berbicara sambil berdiri.
  • Aturlah tempat duduk di ruang tamu sebaik dan seharmonis mungkin.
4.  Suguh, yaitu memberi suguhan makanan atau minuman. Umpamanya:
  • Sebagai salah satu penghormatan kita selayaknya kita memberi suguhan makanan atau minuman ringan.
  • jika perlu ditanyakan terlebih dahulu kepada tamu kita, suka teh atau kopi.
  • Suguhan tidak perlu mewah dan beraneka ragam, sehingga nampak ada kesan mubazir.
2.      Akhlak dalam Lingkungan Tetangga

        Tetangga adalah keluarga-keluarga yang berdekatan dengan rumah kita yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam akhlak. Tetangga adalah sahabat kita yang paling dekat setelah anggota keluarga kita sendiri. Dialah yang lebih mengetahui suka duka kita dan dialah yang lebih cepat dapat memberikan pertolongan pertama jika terjadi kesulitan pada diri kita, dibandingkan dengan keluarga kita yang berjauhan tempat tinggalnya dengan kita. Dengan demikian, betapa pentingnya memelihara cuaca yang baik dalam lingkungan tetangga(rukun tetangga), karena jika tetangga semua baik, maka baiklah lingkungan itu. Sebaliknya jika tetangga jahat, maka rusaklah lingkungan dibuatnya. Mengingat begitu pentingnya hubungan dengan tetangga, maka Etika Islam telah mengajarkan prinsip-prinsip akhlak yang perlu dibina sebaik-baiknya dalam lingkungan orang yang bertetangga.[3]
        Dalam Al-Qur’an diperintahkan:           
                      
 وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا (٣٦)           
     
     “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan apa yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”. (QS. An-Nisa : 36).
        
Sehingga diperkuat oleh hadist Rasulullah Saw:

28- باب الْوَصَاةِ بِالْجَارِ.
وَقَوْلِ اللهِ تَعَالَى : {وَاعْبُدُوا اللَّهَ ، وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا} إِلَى قَوْلِهِ {مُخْتَالاً فَخُورًا}.
6014- حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ ، قَالَ : حَدَّثَنِي مَالِكٌ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ : أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ ، عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُه.

     “Tidak henti-hentinya Jibril menyuruh aku berbuat baik kepada tetangga, hingga aku sangka (mereka) bahwa tetangga itu akan dijadikan ahli waris. (HR. Bukhari).
     Bertolak belakang dari prinsip tersebut, maka Rasulullah Saw berikan perincian hak tetangga sebagai berikut:
Hak tetangga yaitu: Kalau ia ingin meminjam, hendaklah engkau pinjami; kalau ia minta tolong hendaklah engkau tolong; kalau ia sakit hendaklah engkau rawat dia, kalau dia ada keperluan hendaklah engkau beri kepadanya; kalau dia jadi miskin hendaklah engkau beri bantuan kepadanya; kalau ia dapat kesenangan hendaklah engkau ucapkan selamat kepadanya; kalau ia dapat kesusahan hendaklah engkau hibur dia; kalau ia meninggal hendaklah engkau antarkan jenazahnya; jangan engkau bangun rumah lebih tinggi dari rumahnya tanpa seidzinnya, karena hal itu menghalangi ia dari angin. Jangan engkau susahkan dia dengan bau masakanmu kecuali engkau beri masakan itu. Jangan engkau beli buah-buahan hendaklah engkau hadiahkan juga kepadanya, dan kalau tidak engkau beri, bawalah masuk ke dalam rumahmu dengan bersembunyi, dan jangan engkau beri anakmu bawa ke luar buah-buahan itu, karena nanti anaknya ingin buah itu. (HR. Abu Syaikh).
     Hadiah yang diulurkan tetangga, terkadang nilai materialnya tidak seberapa, namun di balik itu, terdapat nilai-nilai rohaniayah yang besar berupa kian rapatnya jalinan ukhwah islamiyah, kian kuatnya rahmah dan mahabbah.

Nabi Saw bersabda:

30- باب لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا.
6017- حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يُوسُفَ ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ ، هُوَ الْمَقْبُرِيُّ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ

     “Wahai para wanita Islam! Janganlah seseorang tetangga mereka malu menghadiahi tetangganya, sekalipun hanya berupa satu kaki kambing. (HR. Bukhari).

     Untuk membina kerukunan antar tetangga diperlukan pergaulan yang baik. Sehingga lingkungan ini pun mutlak memerlukan akhlak yang baik. Urgensinya disini cukup jelas, karena betapa banyaknya lingkungan yang gaduh karena tidak mengindahkan kode etik bertetangga. Islam mengajarkan agar antara tetangga dibangun “Jembatan emas” berupa kasih sayang, mahabbah dan mawaddah. Nabi dengan telitinya memperhatikan masalah ini, sampai-sampai beliau menghimbau agar jangan merasa malu menghadiahi tetangganya sekalipun hanya berupa kaki kambing ataupun kuah gulai.

        Kepada Abu Dzarr, Nabi pernah perintahkan:

6856 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ ح وَحَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِى عِمْرَانَ الْجَوْنِىِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ إِنَّ خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- أَوْصَانِى « إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ ».
      
     Jika engkau memasak gulai, maka banyakkanlah kuahnya serta perhatikanlah tetanggamu, kemudian hadiahkanlah sebagian daripadanya kepada tetanggamu dengan cara yang baik. (HR. Muslim).
     Jika mempunyai beberapa tetangga, maka kepada siapakah hadiah terbatas itu didahulukan? Dalam hubungan ini Aisyah pernah menanyakan hal ini kepada Rasulullah Saw: “Hai Rasulullah, saya mempunyai beberapa tetangga, maka kepada yang manakah patut saya dahulukan beri hadiah?” Rasulullah Saw menjawab: “Kepada orang yang dekat pintunya kepada kamu”. Demikianlah menurut riwayat Bukhari.



[1]Afzalur Rahman, Al-quran sumber ilmu pengetahuan, Jakarta,  P.T.Rineka Cipta, 1992. Hlm 311

[2] Muhammad Idris Jauhari, Adab Sopan Santun, Sumenep Madura, Mutiara Press, 2011. Hlm 61-61
[3] Hamzah Ya’qub, Etika islam “pembinaan akhlakqul karimah”. Diponegoro, CV. Diponegoro Bandung, 1978. Hlm 155

Dodi Insan Kamil
Dodi Insan Kamil "Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan"

Post a Comment for "Akhlak Kepada Masyarakat"