Jumlah Minimal Mahar dan Jumlah Maksimal Mahar
Para ulama sepakat bahwa tidak ada batasan tertinggi untuk jumlah
mahar karena tidak ada dalil dalam syari’at yang menunjukan hal itu. Ibnu
Taimiah berkata, “Lelaki yang kaya dan mampu secara finansial boleh memberikan
mahar dalam jumlah besar kepada perempuan yang dinikahinya. Allah SWT.
berfirman,
وَإِنۡ
أَرَدتُّمُ ٱسۡتِبۡدَالَ زَوۡجٖ مَّكَانَ زَوۡجٖ وَءَاتَيۡتُمۡ إِحۡدَىٰهُنَّ
قِنطَارٗا فَلَا تَأۡخُذُواْ مِنۡهُ شَيًۡٔاۚ أَتَأۡخُذُونَهُۥ بُهۡتَٰنٗا
وَإِثۡمٗا مُّبِينٗا 20
“Sedang kamu telah
memberikan kepada seorang diantara mereka harta yang banyak, maka janganlah
kamu mengambil kembali sedikitpun darinya...” (QS. AnNisa [4] :20).
Tetapi, jika lelaki itu tidak ingin memberikan mahar dalam jumlah
besar atau tidak mampu untuk memenuhinya, maka memberikan mahar dalam jumlah
besar itu makruh hukumnya.
Apapun yang memiliki nilai secara fisik maupun secara maknawi boleh
dijadikan mahar. Berdasarkan dalildalil yang ada serta berujuk kepada tujuan
diberikannya mahar, bisa dikatakan bahwa pendapat inilah yang paling benar.
Pemberian mahar bukan hanya sekedar proses pertukaran harta. Lebih dari itu,
mahar adalah sebuah simbol tentang kesungguhan niat untuk hidup bersama dalam
ikatan pernikahan. Pada umumnya, mahar diberikan dalam bentuk harta tetapi ia
juga boleh berbentuk sesuatu yang memiliki makna simbolis tertentu sepanjang
itu disepakati oleh istri.
Sebagaimana telah djelaskan diatas, Rasulullah SAW. pernah
menikahkan seorang lelaki dan menjadikan hapalannya terhadap surah tertentu
dalam al Qur’an sebagai mahar. Bahkan, ketika Abu Talhah menikahi Ummu Salim,
maharnya adalah keislamannya. Anas mengisahkan bahwa Abu Talhah menikahi Ummu
Salim dengan mahar masuknya ia kedalam agama Islam. Tentang kisah tersebut,
Tsabit berkata, “Aku tidak pernah mendengar seorang perempuan memperoleh mahar
yang lebih mulia daripada mahar yang diterima Ummu Salim, yaitu agama Islam.
Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah menjadikan pembebasan
seorang perempuan dari perbudakan sebagai mahar pernikahannya. Itu ditunjukan
oleh kisah yang diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik bahwa Rasulullah memerdekakan
Syafiyah dan menjadikan hal itu sebagai maharnya.
Sekalipun fuqoha’ sepakat bahwa tidak ada batas maksimal dalam
mahar, tetapi sebaiknya tidak berlebihan, khususnya di era sekarang. Hadis yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW bersabda:
“Wanita yang sedikit maharnya lebih banyak berkahnya”
“Sebaikbaik mahar adalah yang paling mudah”.
Ulama Syafi’iyah, Imam Ahmad, Ishak, dan Abu Tsaur berpendapat
tidak ada batas minimal mahar, tetapi sah dengan apa saja yang mempunyai nilai
materi, baik sedikit maupun banyak. Alasannya, karena beberapa teks alQur’an
yang menjelaskan tentang mahar dengan jalan kebijaksanaan, layak baginya
sedikit dan banyak.[1]
[1] Abu Malik
Kamal, Terjemahan Fiqhus Sunah linNisa’, (Jakarta; Pena Pundi Aksara, cet.
Ke5, 2015). Hlm. 176177.
Post a Comment for "Jumlah Minimal Mahar dan Jumlah Maksimal Mahar"
please use good language, if there is an active link in the comment will be deleted.